Selasa, 02 Desember 2014

Educating Caroline by Patricia Cabot

Judul                  : Educating Caroline
Sub judul            : Pelajaran Cinta untuk Caroline
Penulis                : Patricia Cabot
Penerjemah         : Martha Widjaja
Sampul               : Marcel A.W.
Penerbit              : PT. Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit         : Oktober 2013
Halaman             : 608
ISBN                  : 978-979-22-9997-7

Genre                  : Historical Romance
Status                  : Punya
Tipe buku             : mass market paperbook




Sinopsis:

Ketika Lady Caroline mendapati tunangannya berselingkuh, ia melakukan apa yang dilakukan semua wanita berakal sehat di zamannya - berpura-pura tidak tahu. Namun harga diri menuntut Caroline untuk membuat tunangannya mencintainya. Maka ia pun meminta bantuan dari guru terbaik: Braden Granville, Perayu Paling Ulung di Seantero London.

Braden Granville mungkin sangat terkenal sebagai pria perayu.....tapi ia tak punya niat ikut ambil bagian dalam rencana Caroline - sampai ia tahu bahwa wanita itu memiliki informasi yang diinginkannya. Seiring meningkatnya intensitas pertemuan, ketertarikan di antara mereka menjadi tak terelakkan. Garis batas antara guru dan murid pun menjadi kabur. Bersama-sama mereka mempelajari bahwa dalam cinta, hati selalu memilih yang tak terduga.

Review:

Memergoki tunangan lagi kayak gituan sama seseorang yang punya body yang lebih dari kita itu rasanya entah kayak gimana. Tapi itulah yang dirasakan oleh Caroline. Ia tidak bisa berontak karena pada masa itu kaum gadis-lah yang akan dirugikan jika sampai masyarakat tahu. Caroline mencintai Hurst Slater, Marquis of Winchilsea, sang tunangan. Caroline juga merasa berhutang budi pada laki-laki itu karena telah menyelamatkan nyawa adiknya ketika dirampok oleh seseorang. Maka Caroline bertekad agar tunangannya mau memandangnya sebagai wanita yang menggairahkan. Caroline memilih Braden Granville yang sering dibicarakan oleh adiknya, untuk mengajarinya seni bercinta. Ia menawarkan kerjasama dengan Braden yang ingin membatalkan pertunangannya dengan Lady Jacquelyn. Pada masa itu bila seseorang hendak membatalkan pertunangannya bisa diajukan ke pengadilan dan dikenakan denda yang besar. Nah Braden nggak sudi jika harus membayar denda pada calon mantan tunangannya yang dicurigainya telah berselingkuh. Caroline kebetulan mengetahui dengan siapa Jacquelyn berselingkuh. Hanya saja ia menolak menyebutkan nama, karena ia khawatir Braden akan menembak laki-laki itu yang ternyata tunangannya. Tawaran kerjasama Carroline langsung ditolak oleh laki-laki itu. Braden tidak mau melibatkan Caroline yang reputasinya bersih ke dalam masalahnya yang tergolong beresiko. Tapi bayangan Jacquelyn bakal menikmati kekayaannya yang diraihnya dengan susah payah membuat ia terpaksa berpikir ulang.

Waktu pertama kali baca sinopsisnya di situ tertera "Perayu Paling Ulung di Seantero London" bayanganku tentang Braden Granville itu udah kayak Sebastian St. Vincent-nya Lisa Kleypas. Tapi begitu baca isinya, semua bayanganku buyar. Braden disini malah terkesan kalem, nggak suka iseng. Alih-alih menemukan sosok playboy kelas kakap aku malah nemuin sosok Braden yang lembut, perhatian dan tanpa malu-malu memperkenalkan sosok ayahnya yang eksentrik pada Caroline.Udah gitu aku nggak nemuin senyuman maut atau rayuan-rayuan, kata-kata nakal yang bisa bikin hati para wanita klepek-klepek. Jadi standar bangetlah. Meski begitu aku lumayan dapat gambaran fisiknya Braden seperti modelnya Celine Dion di video clip yang judulnya Immortality, hahaha siapa tuh namanya? Ada lagi ketidakcocokan antara deskripsi karakter Braden dengan jalannya cerita. Braden ini sebenarnya pinter nggak sih? Kok cuma ingin menangkap basah sang tunangan yang suka selingkuh aja nggak bisa. Aneh kan? Tapi giliran disuruh ngejar-ngejar Caroline kok cepet?

Terus karakter Hurst Slater yang digambarkan sebagai Marquiss yang cuma modal tampan doang dan nggak pinter, entah kenapa kok pinter banget nyelinap-nyelinap tanpa bisa ketauan dan terkejar sama anak buahnya Bredan yang katanya orang-orang jalanan pilihan terbaik yak?

Meski begitu, ada beberapa adegan yang aku suka banget yaitu pas Braden ngliatin Caroline terus di gedung teater. Braden duduk di bawah sementara Caroline duduk di balkon. Setiap Caroline melirik ke arah Braden, tuh cowok masih ngliatin dia terus. Yaahh aku emang suka adegan pandang-pandangan gitu, bikin geregetan dan menghangatkan hati, hahaha. Patricia Cabot yang dikenal juga dengan nama pena Meg Cabot memasukkan unsur humor yang lembut sehingga sepanjang baca novel ini aku senyum-senyum terus.

Ada satu lagi adegan yang aku suka dimana, saat Braden memberi perkuliahan tentang menciptakan suasana romantis, Braden yang dengan susah payah menjaga kondisinya agar tetap netral benar-benar kewalahan menghadapi kengototan Caroline yang meminta dijelaskan tentang bagaimana cara berciuman dan menolak sama sekali untuk dialihkan ke tema yang lain. Keluguan Caroline sekaligus sifat ingin tahunya benar-benar membuat Bredan sulit berpikir jernih.

Sekarang bahas covernya. Kenapa ya posenya tuh cewek kok kayak yang lagi kejang-kejang gitu? Tapi setelah baca ceritanya lumayan masuk akal juga sih. Gambar cover menunjukkan gadis yang memakai baju pengantin, tapi karena dia tidak lagi sesuci yang semestinya jadi posenya kayak gitu deh, begitulah penafsiranku. By the way aku lebih suka gambar cover yang terlihat klasik untuk novel bergenre hisrom. Yang menunjukkan kalau cerita dalam novel itu bersetting jaman dulu, jaman dimana para wanitanya pake gaun dengan rok kurungan ayamnya, trus orang masih mengenakan kereta kuda untuk bepergian. Aku paling suka cover gambar cewek yang ada di novelnya Julia Quinn yang judulnya Romancing Mr. Bridgertons yang diterbitin Gramedia juga, look classic man!

Ada beberapa typo disana sini, seperti "Tapi musik tidak bisa percakapan pikiran Caroline..." sangat mengganggu karena aku nggak paham maksudnya apa. Terus ada lagi "menadap" yang mestinya "menatap".

Setelah baca novel ini aku lumayan puas, walaupun setelah meletakkan buku, enggak meninggalkan kesan apa-apa yang kuharapkan ada. Beberapa adegan serasa deket kompor juga lumayan banyak tapi nggak sampe bikin yang baca kegerahan sih, cukup membuat aliran darah mengalir lebih cepat daripada saat normal, membangkitkan sel-sel syaraf yang lagi anteng, hehehe. Oke untuk karya Patricia Cabot yang satu ini kuberi 3 bintang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar